FacebookInstagramYoutube

Respons Cepat IKAT Aceh untuk Korban Banjir: dari Posko Menuju Desa-Desa Terisolasi

BANDA ACEH, 3 Desember 2025 —Air bah yang datang pada penghujung tahun ini seperti mengulang sebuah kisah lama: sungai yang meluap, jalan yang terputus, dan kabupaten-kabupaten yang seolah tenggelam dalam satu warna yang sama—cokelat lumpur dan keheningan yang panjang. Enam belas kabupaten/kota di Aceh, dalam hitungan hari, berubah menjadi lanskap kesedihan yang namun tetap menyisakan denyut kuat solidaritas.

IKAT Aceh—sekumpulan alumni yang telah lama menjelajah dunia namun tak pernah tercerabut dari tanah asalnya—menyampaikan keprihatinan yang tidak sekadar terdengar sebagai pernyataan resmi, tetapi sebagai ungkapan keluarga besar yang sedang melihat satu sudut rumahnya kebanjiran.
Tgk. Khalid Muddatstsir, Lc., M.A., Ketua IKAt Aceh mengingatkan bahwa dalam keadaan seperti ini, manusia kembali kepada tugas paling dasarnya: saling menjaga.

“Saat ini, fokus utama kita adalah memastikan bantuan segera menjangkau saudara-saudara kita yang terisolasi,” ujarnya.
Di balik kata menjangkau, tersimpan letih para relawan yang menempuh jalan-jalan yang patah.

Sebagai bentuk nyata kepedulian, Posko IKAT Peduli dibuka melalui Kafalah IKAT Aceh. dengan semangat kemanusiaan orang-orang bergerak tanpa banyak suara—memindahkan karung beras, menata dus mie instan, membersihkan debu dari kotak pakaian layak pakai yang disumbangkan.

Dari posko utama, Tim RIAB Peduli—yang terdiri dari para relawan Madrasah ‘Aliyah Dayah Ruhul Islam Anak Bangsa dan beberapa anggota IKAT—mulai menyalurkan bantuan ke desa-desa yang terdampak banjir. Bantuan yang dibawa mungkin terlihat seperti angka di atas kertas, namun sangat berarti bagi warga yang menerimanya: 33 karung beras, 60 dus air mineral ukuran sedang, 30 dus mie instan, 5 dus minyak goreng, dan 35 kotak pakaian layak pakai.

Total dana yang sudah digunakan untuk membeli dan menyalurkan bantuan ini mencapai Rp15 juta. Sementara itu, masih ada Rp4 juta lagi yang akan disalurkan langsung oleh Ust. Hendri Julian, S.Pd., M.H., mewakili IKAT Bireuen.

Seluruh bantuan tersebut disalurkan untuk warga yang terdampak banjir di Gampong Beurawang dan Meunasah Lhok (Kecamatan Meureudu, Pidie Jaya), serta Gampong Meuliek (Kecamatan Samalanga) dan Gampong Kulu (Kecamatan Kuta Blang), Kabupaten Bireuen. Bantuan ini menjadi harapan tambahan bagi masyarakat yang sedang berjuang memulihkan keadaan.

Di lapangan, Tim RIAB Peduli menyaksikan langsung keadaan yang sulit dilukiskan. M Razi Al-Khawarizmi berbicara lirih, hampir seperti seseorang yang baru saja kembali dari ziarah sunyi.

79.3
Ketua Relawan RIAB Peduli Razi Al Khawarizmi, memberikan langsung bantuan kepada korban banjir.

“Kewajiban sebagai manusia telah kita tunaikan… kini saatnya kembali pulang. kita akan lanjut Part II, in sya Allah” katanya.
Tetapi pulang, dalam pengertian yang ia maksud, bukan sekadar kembali ke rumah.
Pulang adalah kembali kepada pengakuan bahwa syukur sering kita abaikan; bahwa penderitaan orang lain adalah cermin yang memantulkan kelalaian kita merawat rasa cukup.

“Banyak saudara kita yang masih menunggu bantuan bahkan ada daerah yang belum tersentuh sama sekali,” tambahnya.
Kalimat itu menggantung panjang, seolah ia berbicara kepada diri sendiri lebih dahulu.

79.1
Ketua Kafalah IKAT Aceh, Ust Win Natuah, membagikan bantuan kepada korban bencana

Dan dari seorang relawan IKAT Aceh, Ustaz Win Colis Natuah, Lc., M.Pd., terdengar suara yang lebih rapuh namun jujur:
“Ga bisa berkata-kata… sedih lihat keadaan. Masih banyak sekali yang membutuhkan bantuan… ada daerah-daerah yang ga bisa kami jangkau bila hanya bermodalkan mobil pick-up yang kami miliki.”

Ada getar yang sulit disembunyikan dalam kesaksiannya. Seperti seseorang yang berdiri di tepi air, melihat rumah tinggal menjadi perahu yang tak lagi bisa didayung.

Di tengah semua itu, IKAT Aceh kembali mengingatkan untuk menjaga kerukunan. Musibah, seperti halnya air, mudah disusupi arus lain—kepentingan pribadi, kabar palsu, dan ketegangan yang tidak perlu. Karenanya, masyarakat diminta tetap tenang, tetap jernih, tetap saling menggenggam.

Pemerintah diminta menjaga kestabilan harga kebutuhan pokok. Sebab di masa ketika banjir merampas banyak hal, kenaikan harga sekecil apa pun dapat menjadi pukulan berikutnya.

Baca Juga: IKAT Aceh Serukan Kolaborasi, Buka Posko IKAT Peduli untuk Korban Banjir

Namun pada akhirnya, setiap banjir selalu meninggalkan satu pesan yang sama: bahwa alam tidak pernah murka tanpa alasan. Tgk. Khalid menutup pernyataannya dengan ajakan yang hampir seperti renungan—untuk menjaga hutan, memperbaiki tata kelola lahan, dan mewariskan kepada anak-anak nanti sebuah Aceh yang tak lagi menjadi langganan bencana.

Redaktur: Diffa Cahyani Siraj

Editor: Fathurrahman

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

spot_img
TERBARU

INFO TIMTENG

BERITA POPULAR